Mahasiswi STAI NU Cianjur | suka banget coklat | kyuhyun oppa suju | park yoochun | pengen jadi apa yang bapa,mama,guru-guru harepin | bbukan orang baik tapi pengen jadi yang terbaik :) | don't judge the book on the cover :D
Minggu, 04 November 2012
In The Rain
Pagi mendung, hujan mengguyur
bumi cipanas. Mentari enggan keluar dari persembunyiannya , membuat ibu-ibu
kesal dengan cucian mereka yang basah, suami-suami mereka yang hanya berpangku
tangan di rumah. Tapi aqila malah senang dengan suasana seperti pagi ini.
Menurut gadis usia 17 tahun ini, hujan itu pembawa berkah, menciptakan suasana
syahdu, membuat fikiran tenang dengan suara gemericik air yang turun dari
langit. Ia meletakan wajahnya di atas jari-jari yang dengan nyamannya bersandar di mulut
jendela. Memandang tetes-tetes air yang turun membuat memori otak nya memutar
masa lalu yang terjadi padanya.
* * *
“maksud kamu apa?, aku ga sama sekali nyontek
jawaban dari kertas ulangan kamu !” qila berapi-api. Ia menyangkal semua tuduhan
adi and the gank padanya.
“alaahh.. ngaku aja sih ! selama ini kamu
sirik kan sama aku, aku yang selalu juara ngalahin kamu !” adi ga kalah sengit
menanggapi qila. Hari itu pembagian Raport di kelas 5 sd berubah jadi
menegangkan buat Qila. Betapa tidak mati-matian ia belajar dan akhirnya
mendapatkan hasil yang memuaskan. Tapi keberhasilannya itu tidak membawa
keberuntungan apapun untuknya. Bahkan ia di tuduh sebagai seorang plagiator. Tadinya
ia kira dengan juara kelas, teman-teman yang selama ini memusuhinya akan
berubah simpati padanya. Tapi mereka malah bertambah membencinya. Pertahanannya
luruh. Matanya berembun. Tak sanggup menahan sakit hatinya akhirnya ia menangis
di hadapan teman-temannya.
“oke kalau itu yang kalian inginkan! Aku besok
bakalan pindah sekolaaah!”teriak aqila seraya berlari meninggalkan sekolahnya. Meninggalkan
adi yang melongo karena ucapan aqila. Dan hari itu awan pun ikut bersedih.
* * *
Makalah Studi Al-Qur'an - Munasabat Alqur'an
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana
yang kita ketahui bahwa al-Qur’an itu adalah pedoman dan petunjuk bagi
kehidupan mannusia, sehingga ada suatu ilmu yang dinamakan Ilmu Munasabat
al-Qur’an (ilmu yang membahasa tentang hubungan ayat atau surat dengan ayat
atau surat yang lain).
Oleh
karena itu, ilmu munasabat ini sangat erat hubungannya dengan ilmu tafsir.
Dengan kita mengetahui seluk beluk munasabat Qur’an sangat terbantu dalam segi
kecermatan dan ketelitian dalam memahami isi kandungan suatu ayat yang
ditafsirkan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Munasabat
Menurut
bahasa, munasabah sangan identik dengan nuqarabah artinya kesesuaian. Dalam
pemakaian sehari-hari dimaksudkan terdapat hubungan seperti hubungan antara dua
orang yang mempunyai keterkaitan dengan keturunan sehingga disebut kerabat. Hal
ini sama sepert masalah “illah dalam masalah qias yang terdapat dalam
pembahasan fiqh.[1] Sedangkan menurut istilah Mnasabah dapat didefinisikan
sabagai suetu ilmu yang mwmbahas tentang hubungan ayat-ayat atau surat dalam
al-Qur’an. Dalam ensiklopi hukum islam didefinisikan sebagai berikut :
o
Munasabah ialah keterkaitan antara satu
ayat dan ayat lain atau satu surat dan surat lain, karena adanya hubungan
antara satu dan ayat yang lain, yang umum dan yang khusus, yang konkrit dan
yang abstrak, atau adanya hubungan keseimbangan, adanya hubungan yang
berlawanan atau adanya segi-segi keserasian informasi al-Qur’an dalam bentuk
kalimat berita tentang alam semesta.
Secara
sederhana dapat difahami bahwa munasabah adalah suatu pembicaraan tentang
keterkaitan atau hubungan antar variabel-variabel surat dalam berbagai macam
posisi dan formatnya. Keterkaitan-keterkaitan yang dibicarakan mencakup: ayat
dengan ayat, surat dengan surat, akhir surat dengan awlanya, awal ayat dengan
akhirnya dan akir surat dengan awal surat berikutnya.
Pemahaman
terhadap munasabah sangan erat kaitannya dengan tingkat intelegensia orang yang
menggelutinya. Semakin tinggi tingkat kemampuan seseorang, semakin dalam pula
rahasia-rahasia munasabah yang dapt ditemukan.
B. Sejarah Pertumbuhan
dan Perkembangan Ilmu Munasabat
Secara
historis ilmu munasabah termasuk ilmu yang muncul belakangan, dibandingkan
dengan ilmi-ilmu al-Qur’an lainnya. Disamping itu, orang yang menggeluti bidang
ilmu ini juga sangat sedikit. Hal ini disebabkan antara lain karena pelik dalam
pemahamannya dibanding dengan ilmu lain. Sehingga hanya beberapa orang saja
yang mencoba mmahami ilmu mansabah ini.
Ulama
yang pertama sekali mencoba menggagas ilmu ini Abu Ja’far bin Zubair, ia
merupakan salah seorang ahli dalam ilmu-ilmu al-Qur’an yang hidup pada abad III
atau IV H. Pada tahap berikutnya jejak-jejak Abu Ja’far juga diikuti oleh
Fakhruddin al-Razi dalam tafsirnya Mafatih al-Ghaib. Sedangkan menurut
Jalaluddin al-Suyuthi, ilmu ini dikembangkan pertama sekali oleh Imam Abu Bakar
al-Naisabury di Baghdad.
Pada
tahap berikutnya seorang ahli ilmu al-Qur’an bernama Ibrahim bn Umar al-Biqa’
dengan kitabnya Nazm al-Dural fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar, ia membahas ilmu
ini secara lebih lengkap. Kitab ini khusuh membicarakan tentang keterkaitan
antara satu ayat dengan ayat lain serta antara satu surat dengan surat yang
lain dalam al-Qur’an. Disamping itu terdapat juga “Allamah Abi Ja’far Ahmad bin
Ibrahim bin al-Zubir al-Tsaqafi al-Ashimy al-Andalusi dengan judul kitabnya
Mu’alim bi al-Burhan fi Tartibi Suwar al-Qur’an. Kitab ini membahas tentang
munasabah antara ayat. Pendapat-pendapat dari kitab ini oleh al-Biqa’
diketengahan pada awal seluruh dalam kitab Nazmnya.
Latar
belakang sejarah timbulnya ilmu ini, erta hubungannya dengan sikap para
Mufassir pada masa itu yang selalu bertanya-tanya tentang hubungan antara satu
ayat denga ayat yang lain. Mereka selalu terbentur ketika melihat kandunga
al-Qur’an yang seakan-akan tidak punya hubungan sama sekali antara ayat yang
satu dengan ayat berikutnya.abu bakar al-Naisabury yang di sebut sebagai
pelopor ilmu ini permulaannya mencoba mencari hubungan ayat-ayat yang ia
tafsirkan tersebut.cara yang ia lakukan adalah dengan mengeluarkan beberapa
pertanyaan sekitar ayat yang ia tafsirkan. Pertama kali ia ajukan pertanyaan
apakah ayat itu melengkapi atau menyempurnakan ayat sebelumnya ataukah ayat itu
berdiri sendiri? Jika berdiri sendiri, apakah segi persesuaiannya dengan ayat
sebelumnya? Kenapa ayat-ayat itu tersusun sedemikian rupa. Sedangkan tentang
urutan turunnya ayat tidak sedikitpun diragukannya.
Fakhr
al-Din Al-Razy, salah seorang ahli tafsir menyadari betul pentingnya ilmu ini.
Penafsiran Al-Qur’an berdasarkan susunan ayat dalam mashaf, menurutnya dapat
memberikan kesan terpilah-pilahnya masalah-masalah yang dijelaskan Al-Qur’an.
Namun bila diselidiki dengan mencari keterkaitan tentu hal tersebut tidak akan
terlihat bahkan terasa benar-benar bahwa antara ayat yangsatu dengan ayat yang lain
saling berkaitan. Dengan demikian ilmu nasabah merupakan seseatu yang mesti
dimiliki oleh para mufassir agr pesan-pesan al-Qur’an dapat di pahami
seutuhnya.
Masalah
ini mencapai puncaknya dibawah usaha ibrahim bin umar Al-Biqa’i ( 809-885 H )
tetapi korelasi disini ternyata menyangkut sistematka penyusunan ayat dan surat
al-Qur’an sesuai dengan urutannya dalam mushaf, bukan dari segi korelasi
ayat-ayat yang membahas masalah yang sama dan terkadang bagian-bagiannya
terpencar dalam beberapa surat. Di sisi lain maksud al-biqa’i ini adalah untuk
menjelaskan kemukjizatan al-Qur’an dari segi sistematika penyusunan ayat-ayat
dan surat-suratnya, serta sebab pemilihan seatu segi-segi petunjuk al-Qur’an
yang dapat dipetik dan dimamfaatkam masyarakat dalam kehidupan sehari-hari[6].
Penafsiran
suatu masalah dalam al-Qur’an harus dilakukan secara komprehensif. Pemahaman
tidak hanya terpusat pada satu ayat saja, tetapi mesti dilakukan penelitian
dalam keseluruhan surat bahkan dalam keseluruhan al-Qur’an, khususnya ayat-ayat
yang ada keterkaitannya dengan masalah yang dibahas.
Hingga
sekarang para ahli belum banyak yang melibatkan diri dalam bidang ilmu
munasabah ini. Karya yang dianggap terlengkap adalah hasil karya al-biqa’i
dengan pembahasan keseluruhan al-Qur’an yang kusus membahas keterkaitan baik
antara ayat per ayat maupun antar surat-surat serta tebagai segi lainnya.
Sedangkan pembahasan-pembahasan lain sebagai mana yang terdapat dalam
kitab-kitab ‘ulum al-Qur’an hanya sekedar memperkenalkan tentang munasabah serta
sejauh mana dipentingkan dalam khazanah ilmu-ilmu keislaman...
C. Faedah Mengetahui
Munasabat
Ilmu
munasabah cukup erat korelasinya dengan ilmu tafsir. Karena itu kegunaannya
juga sangat tidak dapat dipisahkan dengan penafsiran ayat al-Qur’an itu sendiri.
Sebagaimana pentingnya ilmu asbab al-nuzul dalam penafsiran al-Qur’an yang
sangat berpengaruh kepada hasil penafsiran tersebut. Demikianlah kepentingan
ilmu tafsir terhadap ilmu munasabah. Dengan mengetahui bagaimana seluk beluk
munasabah al-Qur’an akan sangat terbantu dalan segi kecermatan dan ketelitian
menakwilkan dan memahami isi kandungan suatu ayat yang di tafsirkan.
Menurut
al-zarkasyi seperti dikutib manna’khalil al-Qattan menyatakan bahwa mamfaat
ilmu munasabah adalah untuk menguatkan hubungan suatu pembicaraan yang di bahas
sehingga bentuk susunanmya menjadi kukuh dan saling bersesuaian. Sedangkan abu
Bakh ibnu ‘arabi menambahkan bahwa mengetahui munasabah akan menjadikan
pembahasan seperti satu kata, memberi makna yang serasi serta maknanya yang
teratur[8]. Sedangakan mamfaat lainnya adalah untuk menanggapi makna yang
terkandung, merasakan nilai-nilai kemukjizatan. Dapat memahami hukum yang
terkandung didalam ayat yang dibahas dan mengetahui susunan kalimat yang serasi
serta ketinggian uslub yang dipergunakan.
D. Munasabat dan
Kaitannya dengan Asbabun Nuzul
Turunnya
al-Qur’an melalui proses yang mempunyai tahapan-tahapan tertentu yang sering
disebut dengan istilah berangsur-angsur. Proses bertahap tersebut di maksudkan
agar penerima wahyu tidak menanggung beban yang berat, jika penurunannya
serentak sekaligus. Disamping itu juga dimaksud agar penerima wahyu tersebut
tidak merasa dipaksakan untuk merubah sesuatu kebiasaan yang sudah menjadi
kelaziman sebelum adanya wahyu. Dari pemahaman diatas, suatu topik juga di
selesaikan secara berangsur-angsur. Hal i ni dimaksudkan agar suatu persoalan
tidak menjadikan manusia bersikap was-was dan tegang menunggu kelanjutan dari
ayat yang telah di turunkan. Dalam kasus tertentu, manusia sedang menunggu sesuatu
vonis yang mungkin saja membuat mareka tertekan dengan datangnya wahyu
tersebut, tetapi ditunda oleh Allah untuk menghindari keadaan demikian.
Penundaan tersebut diselingi dengan persoalan-persoalan yang lain yang secara
umum tidak mempunyai hubungan sama sekali. Tetapi bila kajian ditempuh dengan
tingkat kedalaman ilmu yang tinggi, tentu akan memberi maknalain yang tidak
diduga sama sekali sebelumnya.
Dalam
sejarah penurunan al-Qur’an dijelaskan bahwa berapapun jumlah ayat yang
diterima nabi, ia tidak pernah menyimpannya untuk dikumpulkan sampai mencapai
jumlah tertentu atau menyelesaikan suatu masalah tertentu, baru disampaikan
kepada sahabat. Tetapi sebaliknya nabi langsung mendiktekan semua ayat-ayat
tersebut kepada para sahabat tanpa melihat materi yang terkandung didalamnya.
Namun demikian, tidaklah berarti nabi tidak pernah memberi keterangan tentang
hubungan antar ayat, sebaliknya beliau selalu menyanpaikan apakah ayat tertentu
merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya atau tidak ada hubungan sama
sekali[9]. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa penukisan al-Qur’an sebagaimana
format sekarang tidak berdasarkan urutan turunnya, melainkan berdasarkan
keserasian hubungan ayat-ayat dan suratnya. Proses penulisan al-Qur’an itu
sendiri tidak lepas dari pengawasan dengan perantaraan Jibril kepada Nabi
diteruskan kepada para penulis al-Qur’an.
Secara
sepintas memang kelihatannya susunan demikian tidak serasi dan tidak memuaskan
setiap pembahasan dalam topik tertentu. Namun perlu di ketahui bahwa seni tata
ruang yang di lakukan seseorang ahli di bidang itu sebagai -contoh secara-
lahirnya sulit dipahami. Berdasarkan pelakunya adalah seorang, pikiran kita
pasti bertanya-tanya apa hikmah di balik demikian. Begitu juga halnya dengan
al-Qur’an, penyusunannya dikendalikan langsung oleh Allah tentu mempunyai makna
dan rahasia yang perlu pamahaman yang mendalam. Untuk menunju kepada pemahaman
kepada hal tersebut tentu tidak akan tercapai dengan pamahaman yang dangkal dan
tidak mempunyai keahlian dalam bidang tersebut.
Para
ulama yang bergelut dalam bidang ‘Ulum al-Qur’an berusaha memahami apa gerangan
rahasia di balik sistematika tata urutan setiap ayat al-Qur’an. Bahkan mereka
juga berusaha memahami rahasia susunan kata demi kata dalam al-Qur’an, dan
banyak di antara mereka yang memberikan penjelasan yang cukup rasional.
E. Segi-segi Munasabah
al-Qur’an
Sistematika
al-Qur’an merupakan salah satu sisi kemukjizatan al-Qur’an itu sendiri. Karena
dimensi tersbeutlah sistematika sulit dan sukar untuk dimengerti oleh manusia,
tanpa melakukan kajian secara khusus dan mendalam. sistematika al-Qur’an makin
mengambang pemahamannya bila dibandingkan dengan sistematika karya ilmiah buah
tangan manusia. pisau analisa yang digunakan dalam kajian sekitar sistematika
al-Qur’an tidak hanya dicukupkan dengan yang lazim digunakan dalam telaah
keilmuan dalam koridor ilmiah. tetapi mesti adanya telaahan yang multi dimensi
seperti dimenasi kemukjizatan al-Qur’an itu sendiri. hal ini sebgai konsekwensi
bahwa al-Qur’an juga diturunkan sebagai mukjizat yang menantang sikap arogansi
kaum Quraisy terhadap al-Qur’an.
Sistematika
redaksi al-Qur’an telah ditata sedemikian rupa oleh Allah SAW, sehingga
ditemukan adanya munasabah (keserasian yang ditemukan dalam ayat-ayat dan surat
al-Qur’an), yaitu keserasain antara satu kalimat dengan kalimat yang lain dalam
satu ayat, antara satu ayat dengan ayat yang lain dalam banyak ayat antara
fasilah dengan kandungan surat, antara satu surat dengan surat yang lainnya,
antara mukaddimah satu surat dengan akhir surat, antara akhir satu surat dengan
awsal surat berikutnya, dan atau antara nama surat dengan kandungan surat.
berdasarkan
kutipan diatas , dapat dijabarkan paling kurang terdapat delapan macam atau
delapan tempat yang memungkunknkan keharusan adanya munasabahm baik yang
berkaitan dengan ayat-ayat maupun dengan surat-surat serta hubungan antara ayat
dari suatu surat dengan ayat dalam surat lain, diantaranya adalah :
1. Munasabah antara
satu surat dengan surat berikutnya. Contohnya, surat al-Fatihah berkaitan
dengan surat al-Baqarah ayat 152 dan 186.
2. Munasabah antara
akhir satu surat dengan awal surat berikutnya. misalnya, akhir surat al-Fatihah
berkaitan erat dengan awal surat al-Baqarah. jika akhir surat al-Fatihah
mengandung do’a agar umat Islam diberi jalan yang lurus, taitu jalan
orang-orang yang diberi nikmat, maka awal surat al-Baqarah menjawab do’a
tersebut dengan agar umat Islam berpedoman pada al-Qur’an. Orang yang
menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya akan nikmat dan tidak dimurkai Allah.
3. Munasabah antara
pembuka dan awal sebuah surat, seperti surat Qaf yang mayoritas ayatnya
menggenakan Qaf. Sebagai contoh al-Qaul, al-Qurb, al-Qalb, dan al-Qur’an.
Demikian juga dalam surat al-Ra’du yang dimulai dengan kalimat alif lam ra,
seperi kata al-‘Arsyi, al-Qamar, al-Tsamarat, al-Ardh, al-Turab, al-Nar,
al-Arham, an-Nur dan kata ar-Ra’du sendiri.
4. Munasabah antara
awal dan akhir sebuah surat. Awal surat al-Qashash menceritakan perjuangan Nabi
Musa dalam melawan kekuasaan Fir’aun, dan usahanya untuk keluar dari Mesir atas
perintah dan bantuan Allah. Sedangkan pada akhir surat tersebut Allah
menyampaikan berita gembira kepada Nabi Muhammad dengan menjanjikan dengan
mengembalikan beliau ke Mekkah setelah sebelumnya hijrah ke Madinah Karena surat
itu diceritakan juga bahwa Nabi Musa tidak akan menolong orang yang berbuat
dosa, sementara pada akhir surat itun juga Allah melarang Nabi untuk menolong
orang-orang kafir.
5. Munasbah antara nama
dan isi (isi yang mendominasi) sebuah surat. Surat al-Fatihah memiliki banyak
nama, diantaranya fatihah al-Kitab, Um al-Qur’an, Sab’ al-Masani, al-Kans dan
al-Asas. Nama-nama ini sesuai dengan kandungan yang ada dalam surat al-Fatihah
tersebut.
6. Munasabah antara
satu ayat dengan ayat yang lainnya dalam sebuah surat. Misalnya, surat
al-Baqarah ayat 1-20. ke-20 ayat ini membicarakan tiga kelompok social, yaitu
orang—orang mukmin (ayat 1-5), orang-orang kafir (6-7), dan orang-orang munafik
(ayat 8-20). Pada setiap kelompok dibicarakan pula sifat-sifat ketiga kelompok
tersebut. Jika suatu surat cukup pendek, maka seluruh ayatnya saling mendukung.
BAB
II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu
manasabat al-Qur’an itu merupakan suatu pembicaraan tentang keterkaitan atau
hubungan antara variabel yang terdapat dalam al-Qur’an. Variabel tersebut
adalah ayat dan surat dalam berbagai macam posisi dibicarakan mencakup ayat
dengan ayat, surat dengan surat, akhir surat dengan awalnya, awal ayat dengan
akhirnya dan akhir surat dengan awaln surat berikut.
Jadi,
untuk mengurai ini semua kita juga memerlukan ilmu tafsir, karena dengan kita
mengenal bagaimana seluk beluk munasabat al-Qur’an sangat terbantu dalam sgi
kecermatan dan ketelitian menakwilkan dan memahami isi dan kandungan suatu ayat
al-Qur’an yang tafsirkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Zarkasyi, al-Burhan
fi Ilum al-Qur’an Bairu : Darul al-Kutub al-‘ilmiah, 1988.
Tim Penyusun,
Ensiklopedi Hukum Islam, Jld IV, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, Cet. I,
1997
Ibrahim bin Umar
al-Biqa’i, Nazm al-Dural fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar, Darul Qutub Ilmiah,
Bairut, Cet. I, 1995.
Subhi Shalih, Membahas
I, Ilmu-ilmu al-Qur’an, Pustaka Firdaus, Cet. IV, Jakarta : 1993, hlm. 18.
Shihab M. Quraish,
Membumikan al-Qur’an, Cet XII, Mizan, Bandung, 1996, hlm. 112.
Manna’, Khlil
al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, Lintera Antar Nusa, Cet, III, Bogor,
1996, hlm. 137
Miuhaimin, dkk,
Dimensi-dimensi Studi Islam, Karya Abditama, Surabaya, Cet. I, 1994, hal. 93.
Selasa, 30 Oktober 2012
Nahdlatul Ulama - Sejarah
Nahdhatul
Ulama
Latar
Belakang dan Sejarah Berdirinya Nahdhatul Ulama (NU).
Nahdatul
Ulama disingkat NU, yang merupakan suatu jam’iyah Diniyah Islamiyah yang
berarti Organisasi Keagamaan Islam. Didirikan di Surabaya pada tanggal 31
Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H. Organisasi ini merupakan salah satu organisasi
terbesar di Indonesia dewasa ini. NU mempersatukan solidaritas ulama
tradisional dan para pengikut mereka yang berfaham salah satu dari empat mazhab
Fikih Islam Sunni terutama Mazhab Syafi’i. Basis sosial Nu dahulu dan kini
terutama masih berada di pesantren.
Sebagai
latar belakang terbentuknya organisasi NU ini adalah: gerakan pembaruan di
Mesir dan sebagian Timur Tengah lainnya dengan munculnya gagasan Pan-Islamisme
yang dipelopori Jamaluddin al-Afghani untuk mempersatukan seluruh dunia Islam.
Sementara di Turki bangkit gerakan nasionalisme yang kemudian meruntuhkan Khalifah
Usmaniyah.
Latar Belakang dan Sejarah Berdirinya Nahdhatul Ulama (NU)
Jika
di Mesir dan Turki gerakan pembaruan muncul akibat kesadaran politik atas
ketertinggalan mereka dari Barat, di Arab Saudi tampil gerakan Wahabi yang
bergulat dengan persoalan internal umat Islam sendiri, yaitu reformasi faham
tauhid dan konservasi dalam bidang hukum yang menurut mereka telah dirusak oleh
khurafat dan kemusyrikan yang melanda umat Islam.
Sementara
di Indonesia tumbuh organisasi sosial kebangsaan dan keagamaan yang bertujuan
untuk memajukan kehidupan umat, seperti Budi Utomo (20 Mei 1908), Syarekat
Islam (11 November 1912), dan kemudian disusul Muhammadiyah (18 Nopember 1912).
Hal-hal
tersebut telah membangkitkan semangat beberapa pemuda Islam Indonesia untuk
membentuk organisasi pendidikan dan dakwah, seperti Nahdatul Wathan
(Kebangkitan tanah air), dan Taswirul Afkar (potret pemikiran). Kedua
organisasi dirintis bersama oleh Abdul Wahab Hasbullah dan Mas Mansur
organisasi inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya NU.
Pada
saat yang sama, tantangan pembaruan yang dibawah oleh Muhammad Abduh di Mesir
mempengaruhi ulama Indonesia dalam bentuk Muhammadiyah, yakni organisasi Islam
terbesar kedua pada abad ke-20 di Indonesia. Penghapusan kekhalifahan di Turki
dan kejatuhan Hijaz ke tangan Ibn Sa’ud yang menganut Wahabiyah pada tahun 1924
memicu konflik terbuka dalam masyarakat Muslim Indonesia. Perubahan-perubahan
ini mengganggu sebagian besar ulama Jawa, termasuk Hasbullah. Dia dan ulama
sefaham menyadari serta melakukan usaha-usaha untuk melawan ancaman bid’ah
tersebut serta merupakan kebutuhan yang mendesak. Hasyim As’ari (1871-1947)
Kiai dari pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, yang merupakan ulama Jawa
paling disegani-menyetujui permintaan mereka untuk membentuk NU pada tahun 1926
dan dia menjadi ketua pertamanya atau ro’is akbar.
Khittah
NU 1926 menyatakan tujuan NU sebagai berikut:
- Meningkatkan hubungan antar ulama dari berbagai mazhab sunni
- Meneliti kitab-kitab pesantren untuk menentukan kesesuaian dengan ajaran ahlusunnah wal-jama’ah
- Meneliti kitab-kitab di pesantren untuk menentukan kesesuaiannya dengan ajaran ahlusunnah wal-jama’ah
- Mendakwahkan Islam berdasarkan ajaran empat mazhab
- Mendirikan Madrasah, mengurus masjid, tempat-tempat ibadah, dan pondok pesantren, mengurus yatim piatu dan fakir miskin
- Dan membentuk organisasi untuk memajukan pertanian, perdagangan, dan industri yang halal menurut hukum Islam
Dari
keenam usaha tersebut, hanya satu butir saja yaitu usaha pertanian, perdagangan
dan industri yang tidak berhubungan langsung dengan kehidupan kaum ulama secara
khusus.
Hasil
Muktamar XXVII NU di Situbondo pada tahun 1984, melalui sebuah keputusan yang
disebut “Khittah Nahdatul Ulama”, menegaskan kembali usaha-usaha tersebut dalam
empat butir. Pertama, peningkatan silaturrahmi antar ulama. Kedua, peningkatan
kegiatan di bidang keilmuan/pengkajian/pendidikan. Ketiga, peningkatan
penyiaran Islam, pembangunan sarana-sarana peribadatan dan pelayanan sosial.
Keempat, peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat melalui kegiatan yang
terarah, mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan-urusan pertanian,
perniagaan dan perusahaan yang tidak dilarang oleh syara’.
Dengan
demikian pengaruh ulama sangat besar dalam NU, dan telah mendapat konfirmasi
dari Khittah NU. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya NU adalah Jam’iyyah
Diniyyah yang membawakan faham keagamaan, sehingga yang menjadi mata rantai
pembawa faham Islam Ahlussunnah wal-jama’ah, selalu ditempatkan sebagai
pengelola, pengendali, pengawas dan pembimbing utama jalannya organisasi.
Selanjutnya
akan dijelaskan sekilas tentang lambang NU, lambang NU ini dibuat pada tahun
1927. Mempunyai lambang sebuah bintang besar di atas bumi menyimbolkan Nabi
Muhammad, empat bintang kecil, masing-masing dua disebelah kanan dan kiri
bintang besar, melambangkan empat khulafa’al-Rasyidin; dan empat bintang kecil
di bawah melambangkan empat Imam Mazhab sunni; kesembilan bintang tadi secara
bersama-sama juga bermakna sembailan wali (Wali Songo) yang pertama kali
menyebarkan agama Islam di jawa. Bola dunia yang berwarna hijau melambangkan
asal-usul kemanusiaan, yaitu bumi, yang kepadanya manusia akan kembali dan
dirinya manusia akan kembali dan manusia akan dibangkitkan pada hari
pembalasan. Tali kekemasan yang melingkari bumi dengan 99 ikatan melambangkan
99 nama-nama indah Tuhan, yang dengannya seluruh muslim di dunia disatukan.
Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia,
akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran
kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan
pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal
dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat
kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar
terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai
jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme,
merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan,
seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada
tahun 1918 didirikan
Taswirul Afkar atau dikenal
juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana
pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian
didirikan Nahdlatut Tujjar,
(pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki
perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul
Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan
yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
K.H. Hasyim Asy'arie, Rais Akbar (ketua) pertama NU.
Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc,
maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup
dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah
berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi
yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31
Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari
merumuskan kitab Qanun Asasi
(prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab
I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian
diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan
sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang
sosial, keagamaan dan politik.
Paham keagamaan
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir yang
mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem
naqli (skripturalis). Karena itu
sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an,
sunnah, tetapi
juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir
semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu
Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung
mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali
sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara
dalam bidang tasawuf,
mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan
antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan
momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta
merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial.
Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil
kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.
Daftar pimpinan
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Daftar Ketua Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama
Berikut ini adalah daftar Ketua Rais Aam (pimpinan tertinggi) Syuriyah
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama:
No
|
Nama
|
Awal Jabatan
|
Akhir Jabatan
|
1
|
|||
2
|
|||
3
|
|||
4
|
|||
5
|
|||
6
|
KH Ali Yafie (pjs)
|
||
7
|
|||
8
|
Basis pendukung
Dalam menentukan basis pendukung atau warga NU ada beberapa istilah yang
perlu diperjelas, yaitu: anggota, pendukung atau simpatisan, serta Muslim
tradisionalis yang sepaham dengan NU. Jika istilah warga disamakan dengan
istilah anggota, maka sampai hari ini tidak ada satu dokumen resmipun yang bisa
dirujuk untuk itu. Hal ini karena sampai saat ini tidak ada upaya serius di
tubuh NU di tingkat apapun untuk mengelola keanggotaannya.
Apabila dilihat dari segi pendukung atau simpatisan, ada dua cara melihatnya.
Dari segi politik, bisa dilihat dari jumlah perolehan suara partai-partai yang
berbasis atau diasosiasikan dengan NU, seperti PKBU, PNU, PKU, Partai SUNI, dan
sebagian dari PPP. Sedangkan dari segi paham keagamaan maka bisa dilihat dari
jumlah orang yang mendukung dan mengikuti paham kegamaan NU. Maka dalam hal ini
bisa dirujuk hasil penelitian Saiful Mujani (2002) yaitu berkisar 48% dari
Muslim santri Indonesia. Suaidi Asyari[1]
memperkirakan ada sekitar 51 juta dari Muslim santri Indonesia dapat dikatakan
pendukung atau pengikut paham keagamaan NU. Jumlah keseluruhan Muslim santri
yang disebut sampai 80 juta atau lebih, merupakan mereka yang sama paham
keagamaannya dengan paham kegamaan NU. Namun belum tentu mereka ini semuanya
warga atau mau disebut berafiliasi dengan NU.
Berdasarkan lokasi dan karakteristiknya, mayoritas pengikut NU terdapat di
pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Pada perkembangan terakhir
terlihat bahwa pengikut NU mempunyai profesi beragam, meskipun sebagian besar
di antara mereka adalah rakyat jelata baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi, karena secara sosial ekonomi memiliki
problem yang sama, serta selain itu juga sama-sama sangat menjiwai ajaran ahlus
sunnah wal jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia
pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
Basis pendukung NU ini cenderung mengalami pergeseran. Sejalan dengan
pembangunan dan perkembangan industrialisasi, maka penduduk NU di desa banyak
yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Maka kalau selama ini basis
NU lebih kuat di sektor petani di pedesaan, maka saat di sektor buruh di
perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem
pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan
cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini. Belakangan ini NU sudah
memiliki sejumlah doktor atau magister dalam berbagai bidang ilmu selain dari
ilmu ke-Islam-an baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk negara-negara
Barat. Namun para doktor dan magister ini belum dimanfaatkan secara maksimal
oleh para pengurus NU hampir di setiap lapisan kepengurusan NU.
Organisasi
Tujuan
Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di
tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Usaha
- Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
- Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
- Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
- Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
- Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat.
Struktur
- Pengurus Besar (tingkat Pusat).
- Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi), terdapat 33 Wilayah.
- Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) atau Pengurus Cabang Istimewa untuk kepengurusan di luar negeri, terdapat 439 Cabang dan 15 Cabang Istimewa.
- Pengurus Majlis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan), terdapat 5.450 Majelis Wakil Cabang.
- Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan), terdapat 47.125 Ranting.
Untuk Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan
terdiri dari:
- Mustasyar (Penasihat)
- Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
- Tanfidziyah (Pelaksana Harian)
Untuk Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:
- Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
- Tanfidziyah (Pelaksana harian)
Lembaga
Merupakan pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan suatu bidang
tertentu. Lembaga ini meliputi:
- Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)
- Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU)
- Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama ( LPKNU )
- Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU)
- Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2NU)
- Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI)
- Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU)
- Lembaga Takmir Masjid (LTM)
- Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia NU
- Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI)
- Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH)
- Lajnah Bahtsul Masail (LBM-NU)
Lajnah
Merupakan pelaksana program Nahdlatul Ulama (NU) yang memerlukan penanganan
khusus. Lajnah ini meliputi:
- Lajnah Falakiyah (LF-NU)
- Lajnah Ta'lif wan Nasyr (LTN-NU)
- Lajnah Auqaf (LA-NU)
- Lajnah Zakat, Infaq, dan Shadaqah (Lazis NU)
Badan Otonom
Merupakan pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan kelompok masyarakat
tertentu. Badan Otonom ini meliputi:
- Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah
- Muslimat Nahdlatul Ulama
- Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor)
- Fatayat Nahdlatul Ulama
- Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)
- Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU)
- Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)
- Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa (IPS Pagar Nusa)
- Jami'iyyatul Qurro wal Huffadz (JQH)
NU dan politik
Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan
diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955.
NU cukup berhasil dengan meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada
masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai
yang mendukung Sukarno.
Setelah PKI memberontak, NU tampil sebagai salah satu golongan yang aktif
menekan PKI, terutama lewat sayap pemudanya GP Ansor.
NU kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada
tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru.
Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP. Pada muktamar NU di Situbondo, NU
menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' yaitu untuk tidak berpolitik
praktis lagi.
Namun setelah reformasi 1998, muncul
partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang
dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid. Pada pemilu 1999
PKB memperoleh 51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman
Wahid sebagai Presiden RI. Pada pemilu 2004, PKB memperoleh 52 kursi
DPR
Langganan:
Postingan (Atom)