Minggu, 04 November 2012

Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (OSPEK) STAI NU














In The Rain


Pagi mendung, hujan mengguyur bumi cipanas. Mentari enggan keluar dari persembunyiannya , membuat ibu-ibu kesal dengan cucian mereka yang basah, suami-suami mereka yang hanya berpangku tangan di rumah. Tapi aqila malah senang dengan suasana seperti pagi ini. Menurut gadis usia 17 tahun ini, hujan itu pembawa berkah, menciptakan suasana syahdu, membuat fikiran tenang dengan suara gemericik air yang turun dari langit. Ia meletakan wajahnya di atas jari-jari  yang dengan nyamannya bersandar di mulut jendela. Memandang tetes-tetes air yang turun membuat memori otak nya memutar masa lalu yang terjadi padanya.
* * *
“maksud kamu apa?, aku ga sama sekali nyontek jawaban dari kertas ulangan kamu !” qila berapi-api. Ia menyangkal semua tuduhan adi and the gank padanya.
“alaahh.. ngaku aja sih ! selama ini kamu sirik kan sama aku, aku yang selalu juara ngalahin kamu !” adi ga kalah sengit menanggapi qila. Hari itu pembagian Raport di kelas 5 sd berubah jadi menegangkan buat Qila. Betapa tidak mati-matian ia belajar dan akhirnya mendapatkan hasil yang memuaskan. Tapi keberhasilannya itu tidak membawa keberuntungan apapun untuknya. Bahkan ia di tuduh sebagai seorang plagiator. Tadinya ia kira dengan juara kelas, teman-teman yang selama ini memusuhinya akan berubah simpati padanya. Tapi mereka malah bertambah membencinya. Pertahanannya luruh. Matanya berembun. Tak sanggup menahan sakit hatinya akhirnya ia menangis di hadapan teman-temannya.
“oke kalau itu yang kalian inginkan! Aku besok bakalan pindah sekolaaah!”teriak aqila seraya berlari meninggalkan sekolahnya. Meninggalkan adi yang melongo karena ucapan aqila. Dan hari itu awan pun ikut bersedih.

* * *

Me in White theme













Makalah Studi Al-Qur'an - Munasabat Alqur'an


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa al-Qur’an itu adalah pedoman dan petunjuk bagi kehidupan mannusia, sehingga ada suatu ilmu yang dinamakan Ilmu Munasabat al-Qur’an (ilmu yang membahasa tentang hubungan ayat atau surat dengan ayat atau surat yang lain).
Oleh karena itu, ilmu munasabat ini sangat erat hubungannya dengan ilmu tafsir. Dengan kita mengetahui seluk beluk munasabat Qur’an sangat terbantu dalam segi kecermatan dan ketelitian dalam memahami isi kandungan suatu ayat yang ditafsirkan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Munasabat
Menurut bahasa, munasabah sangan identik dengan nuqarabah artinya kesesuaian. Dalam pemakaian sehari-hari dimaksudkan terdapat hubungan seperti hubungan antara dua orang yang mempunyai keterkaitan dengan keturunan sehingga disebut kerabat. Hal ini sama sepert masalah “illah dalam masalah qias yang terdapat dalam pembahasan fiqh.[1] Sedangkan menurut istilah Mnasabah dapat didefinisikan sabagai suetu ilmu yang mwmbahas tentang hubungan ayat-ayat atau surat dalam al-Qur’an. Dalam ensiklopi hukum islam didefinisikan sebagai berikut :
o   Munasabah ialah keterkaitan antara satu ayat dan ayat lain atau satu surat dan surat lain, karena adanya hubungan antara satu dan ayat yang lain, yang umum dan yang khusus, yang konkrit dan yang abstrak, atau adanya hubungan keseimbangan, adanya hubungan yang berlawanan atau adanya segi-segi keserasian informasi al-Qur’an dalam bentuk kalimat berita tentang alam semesta.
Secara sederhana dapat difahami bahwa munasabah adalah suatu pembicaraan tentang keterkaitan atau hubungan antar variabel-variabel surat dalam berbagai macam posisi dan formatnya. Keterkaitan-keterkaitan yang dibicarakan mencakup: ayat dengan ayat, surat dengan surat, akhir surat dengan awlanya, awal ayat dengan akhirnya dan akir surat dengan awal surat berikutnya.

Pemahaman terhadap munasabah sangan erat kaitannya dengan tingkat intelegensia orang yang menggelutinya. Semakin tinggi tingkat kemampuan seseorang, semakin dalam pula rahasia-rahasia munasabah yang dapt ditemukan.
B. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Munasabat
Secara historis ilmu munasabah termasuk ilmu yang muncul belakangan, dibandingkan dengan ilmi-ilmu al-Qur’an lainnya. Disamping itu, orang yang menggeluti bidang ilmu ini juga sangat sedikit. Hal ini disebabkan antara lain karena pelik dalam pemahamannya dibanding dengan ilmu lain. Sehingga hanya beberapa orang saja yang mencoba mmahami ilmu mansabah ini.
Ulama yang pertama sekali mencoba menggagas ilmu ini Abu Ja’far bin Zubair, ia merupakan salah seorang ahli dalam ilmu-ilmu al-Qur’an yang hidup pada abad III atau IV H. Pada tahap berikutnya jejak-jejak Abu Ja’far juga diikuti oleh Fakhruddin al-Razi dalam tafsirnya Mafatih al-Ghaib. Sedangkan menurut Jalaluddin al-Suyuthi, ilmu ini dikembangkan pertama sekali oleh Imam Abu Bakar al-Naisabury di Baghdad.
Pada tahap berikutnya seorang ahli ilmu al-Qur’an bernama Ibrahim bn Umar al-Biqa’ dengan kitabnya Nazm al-Dural fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar, ia membahas ilmu ini secara lebih lengkap. Kitab ini khusuh membicarakan tentang keterkaitan antara satu ayat dengan ayat lain serta antara satu surat dengan surat yang lain dalam al-Qur’an. Disamping itu terdapat juga “Allamah Abi Ja’far Ahmad bin Ibrahim bin al-Zubir al-Tsaqafi al-Ashimy al-Andalusi dengan judul kitabnya Mu’alim bi al-Burhan fi Tartibi Suwar al-Qur’an. Kitab ini membahas tentang munasabah antara ayat. Pendapat-pendapat dari kitab ini oleh al-Biqa’ diketengahan pada awal seluruh dalam kitab Nazmnya.
Latar belakang sejarah timbulnya ilmu ini, erta hubungannya dengan sikap para Mufassir pada masa itu yang selalu bertanya-tanya tentang hubungan antara satu ayat denga ayat yang lain. Mereka selalu terbentur ketika melihat kandunga al-Qur’an yang seakan-akan tidak punya hubungan sama sekali antara ayat yang satu dengan ayat berikutnya.abu bakar al-Naisabury yang di sebut sebagai pelopor ilmu ini permulaannya mencoba mencari hubungan ayat-ayat yang ia tafsirkan tersebut.cara yang ia lakukan adalah dengan mengeluarkan beberapa pertanyaan sekitar ayat yang ia tafsirkan. Pertama kali ia ajukan pertanyaan apakah ayat itu melengkapi atau menyempurnakan ayat sebelumnya ataukah ayat itu berdiri sendiri? Jika berdiri sendiri, apakah segi persesuaiannya dengan ayat sebelumnya? Kenapa ayat-ayat itu tersusun sedemikian rupa. Sedangkan tentang urutan turunnya ayat tidak sedikitpun diragukannya.
Fakhr al-Din Al-Razy, salah seorang ahli tafsir menyadari betul pentingnya ilmu ini. Penafsiran Al-Qur’an berdasarkan susunan ayat dalam mashaf, menurutnya dapat memberikan kesan terpilah-pilahnya masalah-masalah yang dijelaskan Al-Qur’an. Namun bila diselidiki dengan mencari keterkaitan tentu hal tersebut tidak akan terlihat bahkan terasa benar-benar bahwa antara ayat yangsatu dengan ayat yang lain saling berkaitan. Dengan demikian ilmu nasabah merupakan seseatu yang mesti dimiliki oleh para mufassir agr pesan-pesan al-Qur’an dapat di pahami seutuhnya.
Masalah ini mencapai puncaknya dibawah usaha ibrahim bin umar Al-Biqa’i ( 809-885 H ) tetapi korelasi disini ternyata menyangkut sistematka penyusunan ayat dan surat al-Qur’an sesuai dengan urutannya dalam mushaf, bukan dari segi korelasi ayat-ayat yang membahas masalah yang sama dan terkadang bagian-bagiannya terpencar dalam beberapa surat. Di sisi lain maksud al-biqa’i ini adalah untuk menjelaskan kemukjizatan al-Qur’an dari segi sistematika penyusunan ayat-ayat dan surat-suratnya, serta sebab pemilihan seatu segi-segi petunjuk al-Qur’an yang dapat dipetik dan dimamfaatkam masyarakat dalam kehidupan sehari-hari[6].
Penafsiran suatu masalah dalam al-Qur’an harus dilakukan secara komprehensif. Pemahaman tidak hanya terpusat pada satu ayat saja, tetapi mesti dilakukan penelitian dalam keseluruhan surat bahkan dalam keseluruhan al-Qur’an, khususnya ayat-ayat yang ada keterkaitannya dengan masalah yang dibahas.
Hingga sekarang para ahli belum banyak yang melibatkan diri dalam bidang ilmu munasabah ini. Karya yang dianggap terlengkap adalah hasil karya al-biqa’i dengan pembahasan keseluruhan al-Qur’an yang kusus membahas keterkaitan baik antara ayat per ayat maupun antar surat-surat serta tebagai segi lainnya. Sedangkan pembahasan-pembahasan lain sebagai mana yang terdapat dalam kitab-kitab ‘ulum al-Qur’an hanya sekedar memperkenalkan tentang munasabah serta sejauh mana dipentingkan dalam khazanah ilmu-ilmu keislaman...

C. Faedah Mengetahui Munasabat
Ilmu munasabah cukup erat korelasinya dengan ilmu tafsir. Karena itu kegunaannya juga sangat tidak dapat dipisahkan dengan penafsiran ayat al-Qur’an itu sendiri. Sebagaimana pentingnya ilmu asbab al-nuzul dalam penafsiran al-Qur’an yang sangat berpengaruh kepada hasil penafsiran tersebut. Demikianlah kepentingan ilmu tafsir terhadap ilmu munasabah. Dengan mengetahui bagaimana seluk beluk munasabah al-Qur’an akan sangat terbantu dalan segi kecermatan dan ketelitian menakwilkan dan memahami isi kandungan suatu ayat yang di tafsirkan.
Menurut al-zarkasyi seperti dikutib manna’khalil al-Qattan menyatakan bahwa mamfaat ilmu munasabah adalah untuk menguatkan hubungan suatu pembicaraan yang di bahas sehingga bentuk susunanmya menjadi kukuh dan saling bersesuaian. Sedangkan abu Bakh ibnu ‘arabi menambahkan bahwa mengetahui munasabah akan menjadikan pembahasan seperti satu kata, memberi makna yang serasi serta maknanya yang teratur[8]. Sedangakan mamfaat lainnya adalah untuk menanggapi makna yang terkandung, merasakan nilai-nilai kemukjizatan. Dapat memahami hukum yang terkandung didalam ayat yang dibahas dan mengetahui susunan kalimat yang serasi serta ketinggian uslub yang dipergunakan.

D. Munasabat dan Kaitannya dengan Asbabun Nuzul
Turunnya al-Qur’an melalui proses yang mempunyai tahapan-tahapan tertentu yang sering disebut dengan istilah berangsur-angsur. Proses bertahap tersebut di maksudkan agar penerima wahyu tidak menanggung beban yang berat, jika penurunannya serentak sekaligus. Disamping itu juga dimaksud agar penerima wahyu tersebut tidak merasa dipaksakan untuk merubah sesuatu kebiasaan yang sudah menjadi kelaziman sebelum adanya wahyu. Dari pemahaman diatas, suatu topik juga di selesaikan secara berangsur-angsur. Hal i ni dimaksudkan agar suatu persoalan tidak menjadikan manusia bersikap was-was dan tegang menunggu kelanjutan dari ayat yang telah di turunkan. Dalam kasus tertentu, manusia sedang menunggu sesuatu vonis yang mungkin saja membuat mareka tertekan dengan datangnya wahyu tersebut, tetapi ditunda oleh Allah untuk menghindari keadaan demikian. Penundaan tersebut diselingi dengan persoalan-persoalan yang lain yang secara umum tidak mempunyai hubungan sama sekali. Tetapi bila kajian ditempuh dengan tingkat kedalaman ilmu yang tinggi, tentu akan memberi maknalain yang tidak diduga sama sekali sebelumnya.
Dalam sejarah penurunan al-Qur’an dijelaskan bahwa berapapun jumlah ayat yang diterima nabi, ia tidak pernah menyimpannya untuk dikumpulkan sampai mencapai jumlah tertentu atau menyelesaikan suatu masalah tertentu, baru disampaikan kepada sahabat. Tetapi sebaliknya nabi langsung mendiktekan semua ayat-ayat tersebut kepada para sahabat tanpa melihat materi yang terkandung didalamnya. Namun demikian, tidaklah berarti nabi tidak pernah memberi keterangan tentang hubungan antar ayat, sebaliknya beliau selalu menyanpaikan apakah ayat tertentu merupakan kelanjutan dari ayat sebelumnya atau tidak ada hubungan sama sekali[9]. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa penukisan al-Qur’an sebagaimana format sekarang tidak berdasarkan urutan turunnya, melainkan berdasarkan keserasian hubungan ayat-ayat dan suratnya. Proses penulisan al-Qur’an itu sendiri tidak lepas dari pengawasan dengan perantaraan Jibril kepada Nabi diteruskan kepada para penulis al-Qur’an.
Secara sepintas memang kelihatannya susunan demikian tidak serasi dan tidak memuaskan setiap pembahasan dalam topik tertentu. Namun perlu di ketahui bahwa seni tata ruang yang di lakukan seseorang ahli di bidang itu sebagai -contoh secara- lahirnya sulit dipahami. Berdasarkan pelakunya adalah seorang, pikiran kita pasti bertanya-tanya apa hikmah di balik demikian. Begitu juga halnya dengan al-Qur’an, penyusunannya dikendalikan langsung oleh Allah tentu mempunyai makna dan rahasia yang perlu pamahaman yang mendalam. Untuk menunju kepada pemahaman kepada hal tersebut tentu tidak akan tercapai dengan pamahaman yang dangkal dan tidak mempunyai keahlian dalam bidang tersebut.


Para ulama yang bergelut dalam bidang ‘Ulum al-Qur’an berusaha memahami apa gerangan rahasia di balik sistematika tata urutan setiap ayat al-Qur’an. Bahkan mereka juga berusaha memahami rahasia susunan kata demi kata dalam al-Qur’an, dan banyak di antara mereka yang memberikan penjelasan yang cukup rasional.

E. Segi-segi Munasabah al-Qur’an
Sistematika al-Qur’an merupakan salah satu sisi kemukjizatan al-Qur’an itu sendiri. Karena dimensi tersbeutlah sistematika sulit dan sukar untuk dimengerti oleh manusia, tanpa melakukan kajian secara khusus dan mendalam. sistematika al-Qur’an makin mengambang pemahamannya bila dibandingkan dengan sistematika karya ilmiah buah tangan manusia. pisau analisa yang digunakan dalam kajian sekitar sistematika al-Qur’an tidak hanya dicukupkan dengan yang lazim digunakan dalam telaah keilmuan dalam koridor ilmiah. tetapi mesti adanya telaahan yang multi dimensi seperti dimenasi kemukjizatan al-Qur’an itu sendiri. hal ini sebgai konsekwensi bahwa al-Qur’an juga diturunkan sebagai mukjizat yang menantang sikap arogansi kaum Quraisy terhadap al-Qur’an.
Sistematika redaksi al-Qur’an telah ditata sedemikian rupa oleh Allah SAW, sehingga ditemukan adanya munasabah (keserasian yang ditemukan dalam ayat-ayat dan surat al-Qur’an), yaitu keserasain antara satu kalimat dengan kalimat yang lain dalam satu ayat, antara satu ayat dengan ayat yang lain dalam banyak ayat antara fasilah dengan kandungan surat, antara satu surat dengan surat yang lainnya, antara mukaddimah satu surat dengan akhir surat, antara akhir satu surat dengan awsal surat berikutnya, dan atau antara nama surat dengan kandungan surat.
berdasarkan kutipan diatas , dapat dijabarkan paling kurang terdapat delapan macam atau delapan tempat yang memungkunknkan keharusan adanya munasabahm baik yang berkaitan dengan ayat-ayat maupun dengan surat-surat serta hubungan antara ayat dari suatu surat dengan ayat dalam surat lain, diantaranya adalah :
1. Munasabah antara satu surat dengan surat berikutnya. Contohnya, surat al-Fatihah berkaitan dengan surat al-Baqarah ayat 152 dan 186.
2. Munasabah antara akhir satu surat dengan awal surat berikutnya. misalnya, akhir surat al-Fatihah berkaitan erat dengan awal surat al-Baqarah. jika akhir surat al-Fatihah mengandung do’a agar umat Islam diberi jalan yang lurus, taitu jalan orang-orang yang diberi nikmat, maka awal surat al-Baqarah menjawab do’a tersebut dengan agar umat Islam berpedoman pada al-Qur’an. Orang yang menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya akan nikmat dan tidak dimurkai Allah.
3. Munasabah antara pembuka dan awal sebuah surat, seperti surat Qaf yang mayoritas ayatnya menggenakan Qaf. Sebagai contoh al-Qaul, al-Qurb, al-Qalb, dan al-Qur’an. Demikian juga dalam surat al-Ra’du yang dimulai dengan kalimat alif lam ra, seperi kata al-‘Arsyi, al-Qamar, al-Tsamarat, al-Ardh, al-Turab, al-Nar, al-Arham, an-Nur dan kata ar-Ra’du sendiri.
4. Munasabah antara awal dan akhir sebuah surat. Awal surat al-Qashash menceritakan perjuangan Nabi Musa dalam melawan kekuasaan Fir’aun, dan usahanya untuk keluar dari Mesir atas perintah dan bantuan Allah. Sedangkan pada akhir surat tersebut Allah menyampaikan berita gembira kepada Nabi Muhammad dengan menjanjikan dengan mengembalikan beliau ke Mekkah setelah sebelumnya hijrah ke Madinah Karena surat itu diceritakan juga bahwa Nabi Musa tidak akan menolong orang yang berbuat dosa, sementara pada akhir surat itun juga Allah melarang Nabi untuk menolong orang-orang kafir.
5. Munasbah antara nama dan isi (isi yang mendominasi) sebuah surat. Surat al-Fatihah memiliki banyak nama, diantaranya fatihah al-Kitab, Um al-Qur’an, Sab’ al-Masani, al-Kans dan al-Asas. Nama-nama ini sesuai dengan kandungan yang ada dalam surat al-Fatihah tersebut.
6. Munasabah antara satu ayat dengan ayat yang lainnya dalam sebuah surat. Misalnya, surat al-Baqarah ayat 1-20. ke-20 ayat ini membicarakan tiga kelompok social, yaitu orang—orang mukmin (ayat 1-5), orang-orang kafir (6-7), dan orang-orang munafik (ayat 8-20). Pada setiap kelompok dibicarakan pula sifat-sifat ketiga kelompok tersebut. Jika suatu surat cukup pendek, maka seluruh ayatnya saling mendukung.
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu manasabat al-Qur’an itu merupakan suatu pembicaraan tentang keterkaitan atau hubungan antara variabel yang terdapat dalam al-Qur’an. Variabel tersebut adalah ayat dan surat dalam berbagai macam posisi dibicarakan mencakup ayat dengan ayat, surat dengan surat, akhir surat dengan awalnya, awal ayat dengan akhirnya dan akhir surat dengan awaln surat berikut.
Jadi, untuk mengurai ini semua kita juga memerlukan ilmu tafsir, karena dengan kita mengenal bagaimana seluk beluk munasabat al-Qur’an sangat terbantu dalam sgi kecermatan dan ketelitian menakwilkan dan memahami isi dan kandungan suatu ayat al-Qur’an yang tafsirkan.




DAFTAR PUSTAKA

Al-Zarkasyi, al-Burhan fi Ilum al-Qur’an Bairu : Darul al-Kutub al-‘ilmiah, 1988.
Tim Penyusun, Ensiklopedi Hukum Islam, Jld IV, PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, Cet. I, 1997
Ibrahim bin Umar al-Biqa’i, Nazm al-Dural fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar, Darul Qutub Ilmiah, Bairut, Cet. I, 1995.
Subhi Shalih, Membahas I, Ilmu-ilmu al-Qur’an, Pustaka Firdaus, Cet. IV, Jakarta : 1993, hlm. 18.
Shihab M. Quraish, Membumikan al-Qur’an, Cet XII, Mizan, Bandung, 1996, hlm. 112.
Manna’, Khlil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu al-Qur’an, Lintera Antar Nusa, Cet, III, Bogor, 1996, hlm. 137
Miuhaimin, dkk, Dimensi-dimensi Studi Islam, Karya Abditama, Surabaya, Cet. I, 1994, hal. 93.

Selasa, 30 Oktober 2012

Nahdlatul Ulama - Sejarah


Nahdhatul Ulama

Latar Belakang dan Sejarah Berdirinya Nahdhatul Ulama (NU).
Nahdatul Ulama disingkat NU, yang merupakan suatu jam’iyah Diniyah Islamiyah yang berarti Organisasi Keagamaan Islam. Didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926 M/16 Rajab 1344 H. Organisasi ini merupakan salah satu organisasi terbesar di Indonesia dewasa ini. NU mempersatukan solidaritas ulama tradisional dan para pengikut mereka yang berfaham salah satu dari empat mazhab Fikih Islam Sunni terutama Mazhab Syafi’i. Basis sosial Nu dahulu dan kini terutama masih berada di pesantren.
Sebagai latar belakang terbentuknya organisasi NU ini adalah: gerakan pembaruan di Mesir dan sebagian Timur Tengah lainnya dengan munculnya gagasan Pan-Islamisme yang dipelopori Jamaluddin al-Afghani untuk mempersatukan seluruh dunia Islam. Sementara di Turki bangkit gerakan nasionalisme yang kemudian meruntuhkan Khalifah Usmaniyah.
Latar Belakang dan Sejarah Berdirinya Nahdhatul Ulama (NU)
Jika di Mesir dan Turki gerakan pembaruan muncul akibat kesadaran politik atas ketertinggalan mereka dari Barat, di Arab Saudi tampil gerakan Wahabi yang bergulat dengan persoalan internal umat Islam sendiri, yaitu reformasi faham tauhid dan konservasi dalam bidang hukum yang menurut mereka telah dirusak oleh khurafat dan kemusyrikan yang melanda umat Islam.
Sementara di Indonesia tumbuh organisasi sosial kebangsaan dan keagamaan yang bertujuan untuk memajukan kehidupan umat, seperti Budi Utomo (20 Mei 1908), Syarekat Islam (11 November 1912), dan kemudian disusul Muhammadiyah (18 Nopember 1912).
Hal-hal tersebut telah membangkitkan semangat beberapa pemuda Islam Indonesia untuk membentuk organisasi pendidikan dan dakwah, seperti Nahdatul  Wathan (Kebangkitan tanah air), dan Taswirul Afkar (potret pemikiran). Kedua organisasi dirintis bersama oleh Abdul Wahab Hasbullah dan Mas Mansur organisasi inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya NU.
Pada saat yang sama, tantangan pembaruan yang dibawah oleh Muhammad Abduh di Mesir mempengaruhi ulama Indonesia dalam bentuk Muhammadiyah, yakni organisasi Islam terbesar kedua pada abad ke-20 di Indonesia. Penghapusan kekhalifahan di Turki dan kejatuhan Hijaz ke tangan Ibn Sa’ud yang menganut Wahabiyah pada tahun 1924 memicu konflik terbuka dalam masyarakat Muslim Indonesia. Perubahan-perubahan ini mengganggu sebagian besar ulama Jawa, termasuk Hasbullah. Dia dan ulama sefaham menyadari serta melakukan usaha-usaha untuk melawan ancaman bid’ah tersebut serta merupakan kebutuhan yang mendesak. Hasyim As’ari (1871-1947) Kiai dari pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur, yang merupakan ulama Jawa paling disegani-menyetujui permintaan mereka untuk membentuk NU pada tahun 1926 dan dia menjadi ketua pertamanya atau ro’is akbar.
Khittah NU 1926 menyatakan tujuan NU sebagai berikut:
  1. Meningkatkan hubungan antar ulama dari berbagai mazhab sunni
  2. Meneliti kitab-kitab pesantren untuk menentukan kesesuaian dengan ajaran ahlusunnah wal-jama’ah
  3. Meneliti kitab-kitab di pesantren untuk menentukan kesesuaiannya dengan ajaran ahlusunnah wal-jama’ah
  4. Mendakwahkan Islam berdasarkan ajaran empat mazhab
  5. Mendirikan Madrasah, mengurus masjid, tempat-tempat ibadah, dan pondok pesantren, mengurus yatim piatu dan fakir miskin
  6. Dan membentuk organisasi untuk memajukan pertanian, perdagangan, dan industri yang halal menurut hukum Islam
Dari keenam usaha tersebut, hanya satu butir saja yaitu usaha pertanian, perdagangan dan industri yang tidak berhubungan langsung dengan kehidupan kaum ulama secara khusus.
Hasil Muktamar XXVII NU di Situbondo pada tahun 1984, melalui sebuah keputusan yang disebut “Khittah Nahdatul Ulama”, menegaskan kembali usaha-usaha tersebut dalam empat butir. Pertama, peningkatan silaturrahmi antar ulama. Kedua, peningkatan kegiatan di bidang keilmuan/pengkajian/pendidikan. Ketiga, peningkatan penyiaran Islam, pembangunan sarana-sarana peribadatan dan pelayanan sosial. Keempat, peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat melalui kegiatan yang terarah, mendirikan badan-badan untuk memajukan urusan-urusan pertanian, perniagaan dan perusahaan yang tidak dilarang oleh syara’.
Dengan demikian pengaruh ulama sangat besar dalam NU, dan telah mendapat konfirmasi dari Khittah NU. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya NU adalah Jam’iyyah Diniyyah yang membawakan faham keagamaan, sehingga yang menjadi mata rantai pembawa faham Islam Ahlussunnah wal-jama’ah, selalu ditempatkan sebagai pengelola, pengendali, pengawas dan pembimbing utama jalannya organisasi.
Selanjutnya akan dijelaskan sekilas tentang lambang NU, lambang NU ini dibuat pada tahun 1927. Mempunyai lambang sebuah bintang besar di atas bumi menyimbolkan Nabi Muhammad, empat bintang kecil, masing-masing dua disebelah kanan dan kiri bintang besar, melambangkan empat khulafa’al-Rasyidin; dan empat bintang kecil di bawah melambangkan empat Imam Mazhab sunni; kesembilan bintang tadi secara bersama-sama juga bermakna sembailan wali (Wali Songo) yang pertama kali menyebarkan agama Islam di jawa. Bola dunia yang berwarna hijau melambangkan asal-usul kemanusiaan, yaitu bumi, yang kepadanya manusia akan kembali dan dirinya manusia akan kembali dan manusia akan dibangkitkan pada hari pembalasan. Tali kekemasan yang melingkari bumi dengan 99 ikatan melambangkan 99 nama-nama indah Tuhan, yang dengannya seluruh muslim di dunia disatukan.
Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
K.H. Hasyim Asy'arie, Rais Akbar (ketua) pertama NU.
Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

Paham keagamaan

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.

Daftar pimpinan

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Daftar Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Berikut ini adalah daftar Ketua Rais Aam (pimpinan tertinggi) Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama:
No
Nama
Awal Jabatan
Akhir Jabatan
1
2
3
4
5
6
7
8

Basis pendukung

Dalam menentukan basis pendukung atau warga NU ada beberapa istilah yang perlu diperjelas, yaitu: anggota, pendukung atau simpatisan, serta Muslim tradisionalis yang sepaham dengan NU. Jika istilah warga disamakan dengan istilah anggota, maka sampai hari ini tidak ada satu dokumen resmipun yang bisa dirujuk untuk itu. Hal ini karena sampai saat ini tidak ada upaya serius di tubuh NU di tingkat apapun untuk mengelola keanggotaannya.
Apabila dilihat dari segi pendukung atau simpatisan, ada dua cara melihatnya. Dari segi politik, bisa dilihat dari jumlah perolehan suara partai-partai yang berbasis atau diasosiasikan dengan NU, seperti PKBU, PNU, PKU, Partai SUNI, dan sebagian dari PPP. Sedangkan dari segi paham keagamaan maka bisa dilihat dari jumlah orang yang mendukung dan mengikuti paham kegamaan NU. Maka dalam hal ini bisa dirujuk hasil penelitian Saiful Mujani (2002) yaitu berkisar 48% dari Muslim santri Indonesia. Suaidi Asyari[1] memperkirakan ada sekitar 51 juta dari Muslim santri Indonesia dapat dikatakan pendukung atau pengikut paham keagamaan NU. Jumlah keseluruhan Muslim santri yang disebut sampai 80 juta atau lebih, merupakan mereka yang sama paham keagamaannya dengan paham kegamaan NU. Namun belum tentu mereka ini semuanya warga atau mau disebut berafiliasi dengan NU.
Berdasarkan lokasi dan karakteristiknya, mayoritas pengikut NU terdapat di pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Pada perkembangan terakhir terlihat bahwa pengikut NU mempunyai profesi beragam, meskipun sebagian besar di antara mereka adalah rakyat jelata baik di perkotaan maupun di pedesaan. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi, karena secara sosial ekonomi memiliki problem yang sama, serta selain itu juga sama-sama sangat menjiwai ajaran ahlus sunnah wal jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
Basis pendukung NU ini cenderung mengalami pergeseran. Sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi, maka penduduk NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Maka kalau selama ini basis NU lebih kuat di sektor petani di pedesaan, maka saat di sektor buruh di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini. Belakangan ini NU sudah memiliki sejumlah doktor atau magister dalam berbagai bidang ilmu selain dari ilmu ke-Islam-an baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk negara-negara Barat. Namun para doktor dan magister ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para pengurus NU hampir di setiap lapisan kepengurusan NU.

Organisasi

Tujuan

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Usaha

  1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
  2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
  3. Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
  4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
  5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat.

Struktur

  1. Pengurus Besar (tingkat Pusat).
  2. Pengurus Wilayah (tingkat Propinsi), terdapat 33 Wilayah.
  3. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) atau Pengurus Cabang Istimewa untuk kepengurusan di luar negeri, terdapat 439 Cabang dan 15 Cabang Istimewa.
  4. Pengurus Majlis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan), terdapat 5.450 Majelis Wakil Cabang.
  5. Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan), terdapat 47.125 Ranting.
Untuk Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri dari:
  1. Mustasyar (Penasihat)
  2. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
  3. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)
Untuk Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:
  1. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
  2. Tanfidziyah (Pelaksana harian)

Lembaga

Merupakan pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan suatu bidang tertentu. Lembaga ini meliputi:
  1. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)
  2. Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU)
  3. Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama ( LPKNU )
  4. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU)
  5. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LP2NU)
  6. Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI)
  7. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKKNU)
  8. Lembaga Takmir Masjid (LTM)
  9. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia NU
  10. Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI)
  11. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH)
  12. Lajnah Bahtsul Masail (LBM-NU)

Lajnah

Merupakan pelaksana program Nahdlatul Ulama (NU) yang memerlukan penanganan khusus. Lajnah ini meliputi:
  1. Lajnah Falakiyah (LF-NU)
  2. Lajnah Ta'lif wan Nasyr (LTN-NU)
  3. Lajnah Auqaf (LA-NU)
  4. Lajnah Zakat, Infaq, dan Shadaqah (Lazis NU)

Badan Otonom

Merupakan pelaksana kebijakan NU yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu. Badan Otonom ini meliputi:
  1. Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah
  2. Muslimat Nahdlatul Ulama
  3. Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor)
  4. Fatayat Nahdlatul Ulama
  5. Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)
  6. Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU)
  7. Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)
  8. Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa (IPS Pagar Nusa)
  9. Jami'iyyatul Qurro wal Huffadz (JQH)

NU dan politik

Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang mendukung Sukarno. Setelah PKI memberontak, NU tampil sebagai salah satu golongan yang aktif menekan PKI, terutama lewat sayap pemudanya GP Ansor.
NU kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru. Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP. Pada muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi.
Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid. Pada pemilu 1999 PKB memperoleh 51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Pada pemilu 2004, PKB memperoleh 52 kursi DPR